Ini adalah gelar pertama yang diraih Tommy di tahun 2017. Pada partai final, Tommy langsung tancap gas menampilkan permainan terbaiknya sejak awal.
Sedangkan Wangcharoen, pemain muda yang belakangan grafik penampilannya menanjak, bahkan tak mampu berbuat banyak hingga menyerah dua game langsung.
Di game kedua, Wangcharoen seolah tak mampu melawan tekanan demi tekanan yang dilancarkan Tommy. Ditambah lagi, serangan-serangan Wangcharoen yang menjadi andalan utamanya, seringkali gagal menembus pertahanan Tommy yang kokoh.
“Di awal game pertama saya adaptasi dulu karena ini adalah pertemuan pertama dengan lawan. Penampilan lawan cukup bagus di awal permainan dan ini menyulitkan saya, tetapi saya berusaha tetap tenang, di final siapapun punya peluang untuk juara,” kata Tommy usai pertandingan.
“Di game kedua saya merasa dia tidak percaya diri lagi seperti di game pertama, makanya angkanya jauh sekali. Kontrol bola saya juga lebih baik hari ini. Permainan lawan lebih menyerang, waktu serangannya tidak tembus-tembus, dia banyak unforced errors. Di sini saya dibantu faktor menang pengalaman. Meskipun dia tuan rumah, tetapi waktu ketinggalan dia merasa tidak nyaman juga, ini menguntungkan buat saya,” beber Tommy.
Meskipun demikian, Tommy mengatkan bahwa Thailand kini harus diwaspadai, mengingat banyak pemain-pemain muda berpotensi yang mulai unjuk gigi. Kantaphon merupakan pemain yang masih berusia 18 tahun mulai masuk ke turnamen kelas senior.
“Sekarang tunggal putra Thailand harus diwaspadai. Kanthapon pemain muda baru lulus dari kelas junior langsung bisa ke final turnamen grand prix gold,” ucap Tommy.