Fung Muda pada September 1983

Fung Permadi & Christian Hadinnata (Foto: Edward Luhukay)
Fung Permadi & Christian Hadinnata (Foto: Edward Luhukay)
Nasional ‐ Created by EL

Jakarta | Fung Permadi kecil doyannya main sepak bola di jalanan. Saking getolnya "bal-balan", Fung kerap pulang malam. Bolos sekolah juga menjadi kebiasaannya ketika televisi menayangkan pertandingan tinju Muhammad Ali. Perkenalannya pada bulu tangkis bermula di sebuah klub di kampung halamannya, Purwokerto, Jawa Tengah, hingga berlabuh di PB Djarum pada September 1983.

Menurut buku Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia garapan tim Historia, Fung terlahir bukan dari keluarga atlet. Oleh salah satu tantenya, Fung dikenalkan pada olahraga bulu tangkis. "Kebetulan waktu itu usia 12 tahun Indonesia masih berjaya ya (di bidang bulu tangkis). Lalu yang menentukan untuk bulu tangkis tante saya, Bu Marisa. Bulu tangkis bagi saya hanya penyaluran," ujarnya.

Lama­-kelamaan Fung mencintai bulu tangkis dan mengikuti sejumlah pertandingan di daerah. Pada september 1983, dia masuk PB Djarum. Usia Fung saat itu sudah memasuki 15 tahun dan duduk di bangku kelas 1 SMA. Fung masuk PB Djarum setelah mengikuti tes dalam sebuah kejuaraan di Solo.

"Pelatih saya waktu itu Pak Anwari (HM Anwari)," ujar pria kelahiran 30 Desember 1970 itu.

Fasilitas dan pembinaan di PB Djarum dirasa Fung berbeda. Di PB Djarum sudah disiapkan asrama, tempat latihan yang memadai, dan pelatih. Terbukti PB Djarum berhasil menelurkan pemain­pemain bulu tangkis di tingkat nasional.

Fung masih ingat rutinitasnya selama menjalani pembinaan di PB Djarum. Fung tetap sekolah di SMA Kanisius (dulu SMA Keluarga Kudus). Pukul 07.00, belajar di sekolah hingga pukul 13.00. Setelah istirahat sejenak di asrama, pukul 15.00 ia mulai latihan fisik hingga pukul 17.00. "Kemudian istirahat, jam 6 sampai 9 malam latihan, terus istirahat. Besoknya sekolah lagi. Libur hanya Minggu. Sabtu hanya latihan fisik. Lebih ditekankan ke fisik memang," jelas Fung.

Bagi Fung, pengalaman yang paling membekas saat latihan di PB Djarum adalah lari ke Colo. Latihan fisik ini menjadi tradisi PB Djarum sejak era Liem Swie King. "Lari ke Colo itu lari nanjak dengan anak tangga kira­kira 2­3 km ke atas. Kemudian untuk hal­hal lain kita memang dititikberatkan latihan fisik. Jadi waktu itu terlihat jelas sekali bahwa karakteristik para pemain Djarum adalah kekuatan fisiknya," ujarnya.

Dalam latihan itu, tak jarang ada atlet yang tak kuat sehingga memilih naik angkutan umum atau meminta minum ke penduduk. Fung berusaha menjalankan porsi latihan itu walau hasilnya ter­kadang dia berada di urutan terakhir atau nomor dua paling belakang. Fung selalu berupaya menyelesaikan menu latihan yang diberikan pelatih. "Waktu itu saya pun yang termasuk tidak terlalu kuat. tapi waktu itu karena keseriusan saya, saya sih nggak pernah curang naik angkot gitu," ungkap Fung, yang kini menjabat sebagai Manajer Tim PB Djarum.

Setelah tiga tahun menjalani pembinaan di PB Djarum, Fung terpilih masuk pelatnas di Jalan Manila, Senayan, Jakarta, pada 1986.