"Kami Membuktikan, Disabilitas Juga Mampu Berprestasi"

Leani Ratri Oktila & Khalimatus Sadiyah (Foto: @asianparalympic)
Leani Ratri Oktila & Khalimatus Sadiyah (Foto: @asianparalympic)
Internasional ‐ Created by EL

Jakarta | Leani Ratri Oktila pernah berujar, targetnya di Paralimpiade Tokyo 2020 adalah meraih tiga keping emas. Walakin, atlet asal Pekanbaru ini merasa sudah cukup puas dengan pencapaian dua medali emas dan satu medali perak. Atas keberhasilannya di ajang empat tahunan tersebut, Leani diberi julukan "ratu" bulu tangkis Paralimpiade berkat pencapaian terbaik yang diraih sepanjang masa di antara wakil Indonesia.

"Kami membuktikan disabilitas juga mampu berprestasi, mengharumkan nama bangsa dan negara melalui olahraga," kata atlet para bulu tangkis kelahiran 6 Mei 1991 ini, seperti dilaporkan Kompas, Selasa (7/9).

Leani dan Khalimatus Sadiyah, pasangannya di nomor ganda putri SL3-SU5, menyudahi penantian 41 tahun perolehan medali emas, sejak Paralimpiade Arnhem 1980 di Belanda. Kala itu Indonesia meraih dua medali emas melalui Yan Soebiyanto pada cabang lawn bowls tunggal putra dan R. S. Arlen pada angkat besi nomor 57kg.

Kemudian, Leani mempersembahkan medali perak melalui nomor tunggal putri SL4, setelah mengalami kekalahan dari atlet para bulu tangkis Tiongkok, Cheng He Fang. Leani lalu kembali meraih emas, turun di nomor ganda campuran SL3-SU5, berpasangan dengan Hary Susanto, melalui perjuangan sulit untuk menyudahi perlawanan pasangan Prancis, Lucas Mazur/Faustine Noel.

"Begitulah cara hidup Leani. Dia selalu bekerja keras menggapai mimpinya, tetapi sadar kalau semesta tidak selalu mewujudkan keinginannya. Peraih juara dunia dalam tiga nomor sekaligus ini mempelajari hal tersebut ketika kecelakaan motor pada 2011," tulis media harian tersebut melalui artikel yang diberi titel "Harkat Atlet Disabilitas Indonesia".

Ketika berumur 20 tahun, Leani berangan jadi atlet bulu tangkis. Angannya buyar setelah kecelakaan yang dialaminya saat persiapan untuk tampil di Pekan Olahraga Nasional Riau 2012. Tulang di paha kirinya bergeser.

Leani terpaksa pensiun karena kecelakaan itu mengakibatkan gangguan pada struktur kakinya. Panjang kakinya jadi berbeda. Meski demikian, Leani menolak untuk berhenti menjadi pemain bulu tangkis yang sudah ditekuninya sejak usia 7 tahun.

Leani mulai beralih menjadi atlet Paralimpiade. Proses adaptasi itu sangat berliku. Dia mengalami rasa sakit luar biasa di paha saat awal latihan, sampai ditentang orangtua. Namun, Leani selalu bangkit lagi karena termotivasi melihat perjuangan atlet kursi roda yang jauh lebih sulit.

Pelatih tim para bulu tangkis Indonesia Sapta Kunta Purnama memuji kerja keras Leani, yang menurut pengamatannya adalah salah satu atlet paling profesional di pelatnas. Seluruh program yang diberikan selalu dituntaskan. Prinsipnya, kata Leani, jika bekerja keras saja belum tentu berbuah manis, apalagi tidak. "Letih, capek, jenuh, terbayarkan dengan hasil yang saya raih. Perjalanannya memang sangat panjang, tetapi puji Tuhan saya bisa melewati semua prosesnya," jelas peraih dua emas Asian Para Games 2018 tersebut.

"Semua itu tidak sia-sia karena saya bisa meraih apa yang menjadi impian saya," demikian Leani.